Wanrir, IRT, Wanrir + IRT

Kemarin,  gw terjebak dalam sebuah group chat yang membahas mengenai "wanita karir". Ada yang pro dan ada yang kontra, mereka saling beradu pendapat dan merasa bahwa argumen merekalah yang benar. Gw mencoba memperhatikan argumen mereka dari balik layar saja tanpa ikut berpendapat atau mencoba menengahi. Mengapa? karena menurut gw wasting time mengurusi sesuatu yang harusnya ga perlu di perdebatkan. Karena menurut gw, menjadi wanita karir ataupun ibu rumah tangga sama baiknya, sama - sama mengemban tugas mulia, tidak ada yang haram dan tidak ada yang berdosa. Semua tergantung dari pilihan hidup masing - masing wanita dan yang pasti harus dibicarakan juga dengan pasangan hidup dong.

Gw memang memilih menjadi wanita karir atau sebut saja dengan wanita pekerja. Karena gw mempunyai pikiran simple, someday gw punya keluarga, punya anak, dan anak gw harus sekolah tinggi (masa emaknya S1 anak gw ga sekolah?). Lalu timbul pertanyaan, "loh kan ada laki2 yang berkewajiban mencari nafkah?" yak betul sekali "laki2 berkewajiban mencari nafkah bukan wanita" itulah kenapa gw selalu menekankan ke setiap laki2 yang pernah dekat sama gw bahwa "jangan larang gw kerja selama gw mau kerja, dan jangan paksa gw kerja kalo gw udah ga mau kerja". Makin timbul lagi pertanyaan "nah terus buat apa lo kerja? lo jadi kelihatan egois kalo begitu?". Iyakah? apa iya wanita dibilang egois hanya karena ia memilih menjadi wanita karir.?. oke gw akan ceritain kenapa alasan gw memilih menjadi wanita karir.

Gw dilahirkan di lingkungan keluarga pekerja, ayah gw bekerja di harian Suara Pembaruan (udah pensiun), ibu gw bekerja di BCA (udah pensiun juga). mereka semua menikmati dan enjoy. Ibu gw mencukupi kebutuhan pribadi (dan keluarga juga) dengan gajinya sendiri dan meringankan pengeluaran rumah tangganya sehingga bisa berjalan lancar. Sebenernya dari situ gw pengen tetap menjadi wanita pekerja disamping menjadi seorang ibu kelak.

Karena gw berkerja juga akan membantu suami gw kelak, kita ga akan pernah tau sampai dimana rejeki suami nanti (semoga sih dikasih jalan terus). Tapi kalo ternyata rejekinya tiba2 di stop sama Allah dulu gimana? dari mana pemasukan untuk rumah tangga? itu alasan gw pertama.

Alasan ke 2, seumpama (amit2 sih) ternyata jodoh gw ga panjang sama suami kelak, lalu gw ga ada kerjaan, bagaimana nasib gw?. sedangkan gw ga punya keahlian khusus, apa bikin kue, menjahit atau apalah yang bisa jadi pemasukan.

Alasan ke 3, Gw itu wanita, bagaimanapun gw tetap wanita. terkadang membutuhkan perangkat kecantikan (tsaelah) walaupun itu hanya sekedar bedak, atau lipstik. Gw ga mau menyulitkan suami gw kelak hanya untuk memenuhi kebutuhan pribadi gw. 

Alasan ke 4, Gw masih punya orangtua yang wajib gw santuni sebagai anak. Bagaimanapun juga seberapapun sebagai anak gw pasti juga pengen bikin orangtua bahagia. Membiayai hidupnya apalagi udah pensiun. pemasukan udah ga ada. Apakah gw juga harus membebani suami gw dengan memenuhi kebutuhan orangtua gw? 

4 Alasan itu yang membuat gw memilih tetap bekerja. diluar setuju atau tidak setuju orang lain dengan keputusan yang gw ambil. Lalu ada lagi yang tanya "kasian dong anak, nanti lo ga bisa lihat perkembangannya dan kekurangan kasih sayang orangtuanya". 

Menjadi wanita karir tapi ga boleh meninggalkan kewajiban sebagai istri dan ibu, itu yang selalu di pesankan orangtua gw. Ga boleh merasa besar kepala dan sok memimpin jika punya gaji lebih dari suami, biar bagaimanapun suami adalah suami kepala rumah tangga, pesan tambahan ortu gw.

Perkembangan anak pasti akan tetap terpantau asalkan bisa mengatur waktu, disaat libur jangan suruh orang lain yang pegang, pembantu suruh didapur aja. Buat Quality time dengan si anak. Memberikan penjelasan yang baik justru akan membuat anak berpikir bahwa orangtuanya kerja untuknya bukan untuk siapa2, dan bagaimanapun sibuknya orangtua akan selalu ada untuk anaknya.

itu sih yang gw rasain sendiri sampai saat ini.

Eh maap loh ini, abis agak geregetan di pojokin sama lelaki yang komplain, dan maksain kalo wanita itu harus dirumah plek, ngurus anak, rumah dan suami. Ya ampun mas mas,,, istri juga manusia kali, punya hak untuk merasakan hidup. jangan dikurung melulu yah..

 Eh maap juga buat emak2 yang baca loh.. ini ga ada maksud apa2 loh mak.. semua tergantung pilihan masing2, seperti yang saya bilang diatas wanita pekerja dan ibu rumah tangga saja sama2 oke kok..

sama2 menjalani tugas mulia bukan? asal tidak lupa kodratnya hehehehe...